Naik 3 Kali Lipat Dibanding Cerai Talak, Pengadilan Agama Kendal Didominasi Cerai Gugat
Warga sedang mengantre di Pengadilan Agama Kabuoaten Kendal. (Foto: TribunJateng) |
KENDAL, LKT News - Perkara perceraian di Kabupaten Kendal masih didominasi cerai gugat hingga tiga kali lipat dari pada cerai talak. Beberapa di antaranya dilakukan oleh pihak istri yang bekerja sebagai tenaga kerja wanita (TKW) di beberapa negara.
Humas Pengadilan Agama (PA) Kelas 1A Kendal, Abdul Ghofur mengatakan, pada 2021 PA Kendal menerima 3.036 perkara ditambah 148 perkara sisa 2020 yang belum diputuskan. Di antaranya, 2.347 perkara cerai gugat dan cerai talak yang diterima.
Abdul Ghofur menjelaskan, perkara cerai gugat mendominasi hingga tiga kali lipat dengan jumlah 1.778 perkara. Sedangkan cerai talak hanya berjumlah 569 perkara sepanjang 2021.
"Secara keseluruhan, ada 3.085 perkara yang sudah mendapat putusan. Dan ada 227 perkara dicabut karena berbagai faktor," terangnya, Senin (17/1/2022).
Baca Juga: Sempat Kelabui Petugas, Pengedar Narkoba Ini Akhirnya Dibekuk Satresnarkoba Polres Kendal
Abdul Ghofur merinci, cerai gugat tertinggi terjadi pada September dengan 177 perkara, dan Desember sebanyak 172 perkara. Sedangkan perkara cerai gugat terendah terjadi pada Mei sebanyak 87 perkara.
Sementara itu, cerai talak tertinggi terjadi pada September berjumlah 59 perkara dan terendah pada Mei sebanyak 32 perkara.
Dia menambahkan, mayoritas kasus perceraian yang terjadi dikarenakan faktor implikasi perkembangan sosial.
Yaitu, diawali dengan faktor kesulitan ekonomi keluarga, di mana kebutuhan dan pengeluaran lebih banyak dibanding pemasukan.
Baca Juga: Polres Kendal Cokok Pengedar Narkoba di Wilayah Patebon, Ratusan Obat Terlarang Disita
Faktor lain dipengaruhi gaya hidup dan mudahnya informasi dari gadget yang berpengaruh pada keberlangsungan keluarga.
"Kebanyakan memang karena faktor ekonomi alasan pihak laki-laki atau perempuan mengajukan cerai. Ada faktor kekerasan, pertengkaran yang sumbernya juga dari faktor ekonomi. Karena adanya implikasi perkembangan sosial," tuturnya.
Abdul Ghofur menambahkan, cerai gugat di Kabupaten Kendal juga dilakukan oleh para TKW yang masih bekerja di luar negeri. Mereka (TKW) menggugat cerai suaminya melalui perantara pengacara.
Kebanyakan dari mereka mengajukan cerai karena tekanan ekonomi, sehingga rela meninggalkan suami dan anak-anaknya.
"Dari luar negeri pun bisa gugat cerai melalui kuasanya dengan persyaratan surat kuasa khusus dan surat kuasa khusus istimewa. Bisa diajukan lewat online atau offline. Setelah itu dilakukan pemanggilan pihak terkait," jelas dia.
Sesuai prosedur yang ada, lanjut Abdul Ghofur, pemanggilan dilakukan minimal 2 kali. Sidang pertama bertujuan untuk mendamaikan kedua belah pihak agar mendapatkan jalan terbaik.
Selanjutnya, tahap mediasi yang bertujuan untuk mendamaikan dan mencari solusi terbaik sebelum ke tahap sidang putusan.
Meski mediasi ini selalu dilakukan dalam setiap tahapan persidangan perkara cerai, Abdul Ghofur menyebut, keberhasilannya sangatlah kecil sekitar 1 persen saja. Dengan melihat kasus perkara yang sudah berjalan selama ini.
Baca Juga: Pengedar Narkoba Jenis Sabu-sabu di Cepiring Kendal Ditangkap Polisi
"Mediasi ini hukumnya wajib, meskipun keberhasilannya kecil. Karena memang kasus cerai ini dilakukan atas dasar niat, jadi susah," terang dia.
Terkait nasib anak korban perceraian, Abdul Ghofur menjelaskan, hak asuh anak usia di bawah 12 tahun jatuh pada ibu kandung. Dengan catatan kondisi sang ibu dalam keadaan kehidupan normal.
Sementara pihak ayah tetap berkewajiban memberikan kebutuhan penunjang seperti makan, kesehatan, pendidikan sesuai kemampuannya.
"Baru setelah anak usia 12 tahun atau umur mumayiz, bisa memilih sendiri mau ikut siapa. Sampai pada tahap umur dewasa yakni 21 tahun," katanya.
Beberapa faktor yang bisa mempercepat proses perceraian adalah, penggugat mempunyai alasan yang benar dan pihak yang dicerai bersedia.
Baca Juga: Mantan Kades di Patebon Kendal Dilaporkan ke Polisi Atas Dugaan Penipuan
Beberapa pedoman yang mengatur tentang perkara perceraian di antaranya, Pasal 39 Ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 19, dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116. (Saiful Ma'sum)
FOLLOW LKTNEWS.COM DI GOOGLE NEWS.